Büyük Taklit Mercii
   Biografi
   Karya
   Hukum dan Fatwa
   Akidah
   Pesan-pesan
   Perpustakaan Fiqih
   Karya Putra Beliau
   Galeri

   E-Mail Listing:


 

PASAL III

SHALAT WAJIB HARIAN

Shalat-shalat wajib harian adalah lima : Zhuhur, Ashar; masing-masing empat rakaat, Maghrib; tiga rakaat, Isya’; empat rakaat, dan Shubuh; dua rakaat.

Masalah 721: Dalam kondisi bepergian, kita harus mengerjakan shalat-shalat yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat sesuai dengan syarat-syarat yang akan dijelaskan nanti.

Waktu Shalat Zhuhur dan Ashar

Masalah 722: Jika kita menancapkan sebatang ranting kayu atau sejenisnya ke dalam tanah secara tegak lurus, begitu matahari terbit di pagi hari, bayangannya akan nampak di sebelah barat. Ketika matahari semakin tinggi, bayangannya akan semakin memendek. Di kota-kota seperti di negara kita (Iran), ketika waktu Zhuhur sudah masuk, bayangan ranting kayu itu akan sampai kepada titik minimum (sehingga hampir tidak kelihatan), dan ketika waktu Zhuhur telah berlalu, bayangan itu akan tampak kembali di sebelah timur. Ketika matahari tambah turun ke arah barat, bayangan itu akan bertambah panjang. Atas dasar ini, ketika bayangan ranting itu telah mencapai titik minimum dan kembali nampak kembali di sebelah timur, dapat dipastikan bahwa waktu shalat Zhuhur sudah masuk. Akan tetapi, di sebagian kota di belahan dunia ini, seperti Makkah, yang ketika waktu Zhuhur tiba seluruh bayangan ranting kayu itu akan hilang sama sekali, setelah bayangan itu nampak kembali, dapat dipastikan bahwa waktu shalat Zhuhur sudah masuk.

Masalah 723: Ranting kayu atau semisalnya yang kita tancapkan ke dalam tanah untuk mengetahui waktu shalat Zhuhur itu dinamakan “syâkhish”.

Masalah 724: Shalat Zhuhur dan Ashar masing-masing memiliki waktu khusus dan waktu musytarak (waktu bersama antara kedua shalat itu). Waktu khusus shalat Zhuhur dimulai dari awal waktu Zhuhur hingga sekadar kita mengerjakan shalat Zhuhur dan waktu khusus shalat Ashar adalah akhir waktu sekadar kita mengerjakan shalat Ashar sebelum waktu azan Maghrib tiba. Jika seseorang belum mengerjakan shalat Zhuhur hingga waktu (khusus Ashar) ini, maka waktu shalat Zhuhurnya harus diqadha dan ia harus mengerjakan shalat Ashar. Di antara dua waktu khusus Zhuhur dan Ashar itu adalah waktu musytarak antara shalat Zhuhur dan shalat Ashar. Jika seseorang lupa mengerjakan shalat Ashar terlebih dahulu sebelum mengerjakan shalat Zhuhur pada waktu ini, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 725: Jika sebelum mengerjakan shalat Zhuhur ia lupa mengerjakan shalat Ashar terlebih dahulu dan di pertengahan shalat ia sadar telah keliru mengerjakan shalat, kalau ia berada di waktu musytarak pada waktu itu, maka ia harus memindahkan niatnya ke shalat Zhuhur. Artinya, ia berniat bahwa semua yang telah dikerjakan, apa yang sedang dilakukan sekarang dan apa yang akan dilakukan setelah itu adalah shalat Zhuhur. Setelah ia menyelesaikan shalat (dengan niat tersebut), ia bisa langsung mengerjakan shalat Ashar. Jika ia berada di waktu khusus Zhuhur pada waktu itu, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus memindahkan niatnya ke shalat Zhuhur dan menyempurnakannya, lalu mengulanginya sekali lagi.

Masalah 726: Shalat Jumat berjumlah dua rakaat dan pada hari Jumat dapat dikerjakan sebagai ganti dari shalat Zhuhur. Pada masa Rasulullah saw, para imam ma’shum as dan wakil khusus mereka, shalat Jumat adalah wajib ‘aini, dan pada periode ghaibah kubra, shalat ini adalah wajib takhyiri. Artinya, kita dapat memilih untuk mengerjakan shalat Jumat atau shalat Zhuhur. Akan tetapi, pada masa sebuah pemerintahan Islam yang adil berkuasa dan shalat Jumat didirikan, yang lebih baik adalah hendaknya kita mengerjakannya.

Masalah 727: Berdasarkan ihtiyath wajib, kita tidak boleh mengakhirkan shalat Jumat dari permulaan waktu Zhuhur secara ‘urf. Jika waktu sudah melampaui permulaan waktu shalat Zhuhur tersebut, maka kita wajib mengerjakan shalat Zhuhur sebagai ganti dari shalat Jumat.

Masalah 728: Seperti telah dijelaskan di atas, setiap dari shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ memiliki waktu khusus. Jika seorang mukalaf secara sengaja mengerjakan shalat Ashar di waktu khusus shalat Zhuhur dan shalat Isya’ di waktu khusus shalat Maghrib, maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, jika ia ingin mengerjakan shalat-shalat yang lain, qadha shalat Shubuh atau yang lain misalnya, di waktu khusus shalat Zhuhur atau Maghrib, maka shalatnya adalah sah.

Waktu Shalat Maghrib dan Isya’

Masalah 729: Waktu shalat Maghrib sudah masuk ketika mega merah di arah timur yang muncul setelah matahari terbenam berlalu dari atas kepala seseorang.

Masalah 730: Shalat Maghrib dan shalat Isya’ masing-masing memiliki waktu khusus dan waktu musytarak. Waktu khusus shalat Maghrib adalah dari awal waktu Maghrib hingga sekadar mengerjakan shalat Maghrib sebanyak tiga rakaat. Atas dasar ini, jika seseorang sedang dalam bepergian dan lupa mengerjakan seluruh shalat Isya’ pada waktu khusus ini, maka shalatnya adalah batal. Dan waktu khusus shalat Isya’ adalah sekadar waktu yang dapat digunakan untuk mengerjakan shalat Isya’ sebelum pertengahan malam. Barangsiapa sengaja tidak mengerjakan shalat Maghrib hingga waktu ini, maka ia harus mengerjakan shalat Isya’ terlebih dahulu, kemudian shalat Maghrib. Di antara waktu khusus shalat Maghrib dan Isya’ adalah waktu musytarak antara kedua shalat tersebut. Jika seseorang keliru mengerjakan shalat Isya’ terlebih dahulu sebelum ia mengerjakan shalat Maghrib pada waktu ini dan setelah shalat baru sadar, maka shalatnya adalah sah dan setelah itu, ia harus mengerjakan shalat Maghrib.

Masalah 731: Waktu khusus dan musytarak seperti yang telah dijelaskan artinya di atas berbeda untuk setiap individu. Contoh, untuk seseorang yang sedang bepergian, waktu khusus shalat Zhuhurnya adalah sekadar waktu yang cukup digunakan untuk mengerjakan dua rakaat dan setelah itu ia telah memasuki waktu musytarak, dan untuk orang yang tidak bepergian adalah sekadar waktu yang cukup digunakan untuk mengerjakan empat rakaat dari awal Zhuhur.

Masalah 732: Jika sebelum mengerjakan shalat Maghrib seseorang lupa mengerjakan shalat Isya’ dan di pertengahan shalat ia sadar telah keliru mengerjakan shalat, kalau seluruh amalan shalat yang telah dikerjakan itu atau sebagiannya terjadi di waktu musytarak dan ia belum melakukan ruku’ untuk rakaat yang keempat, maka wajib ia merubah niatnya ke shalat Maghrib dan menyempurnakan shalat tersebut, lalu ia mengerjakan shalat Isya’, dan kalau ia ingat telah keliru mengerjakan shalat di waktu khusus Maghrib, maka berdasarkan ihtiyath wajib shalatnya adalah batal. Dan jika ia telah melakukan ruku’ untuk rakaat keempat, maka ia harus menyempurnakan shalat Isya’ tersebut dan kemudian mengerjakan shalat Maghrib. Hanya saja asumsi ini dapat terwujud jika ia tidak dalam bepergian.

Masalah 733: Akhir waktu shalat Isya’ adalah pertengahan malam, dan berdasarkan ihtiyath wajib untuk menentukan waktu shalat Maghrib dan Isya’, hendaknya kita menghitung malam dari awal matahari terbenam hingga azan Shubuh, dan untuk menentukan waktu shalat malam dan yang semisalnya, hendaknya kita menghitung malam dari matahari terbenam hingga matahari terbit.[1]

Masalah 734: Jika karena suatu uzur kita tidak mengerjakan shalat Maghrib atau Isya’ hingga pertengahan malam tiba, maka berdasarkan ihtiyath wajib kita harus mengerjakannya hingga sebelum azan Shubuh tanpa niat adâ` atau qadha.

Waktu Shalat Shubuh

Masalah 735: Ketika waktu azan Shubuh hampir tiba, fajar di sebelah timur akan menyingsing. Fajar ini dinamakan fajar pertama. Ketika fajar itu mulai menyebar di sebelah timur dan ufuknya, fajar ini dinamakan fajar kedua. Fajar ini adalah awal waktu shalat Shubuh, dan akhir waktunya adalah ketika matahari terbit.

Hukum Waktu Shalat

Masalah 736: Seseorang dapat mengerjakan shalat jika ia yakin bahwa waktu shalat sudah masuk, atau dua orang yang adil memberitahukan masuknya waktu shalat dengan syarat pemberitahuan mereka berdasarkan pada pembuktian intuitif (hissiy), seperti mereka memberikan kesaksian bahwa bayangan syâkhis telah nampak kembali setelah mencapai titik minimum. Azan yang dikumandangkan oleh seseorang yang mengetahui waktu dan dapat dipercaya juga cukup untuk itu.

Masalah 737: Orang buta, orang yang sedang dipenjara dan orang-orang yang seperti mereka selama mereka belum yakin dengan masuknya waktu shalat, berdasarkan ihtiyath wajib tidak boleh mereka mengerjakan shalat. Akan tetapi, jika karena adanya suatu penghalang di langit, seperti awan tebal dan debu yang berterbangan yang dapat menghalangi semua orang untuk menggapai keyakinan akan masuknya waktu shalat, kita tidak dapat yakin dengan masuknya waktu shalat di awal waktunya, maka kita dapat mengerjakan shalat kalau kita menyangka bahwa waktu shalat sudah masuk.

Masalah 738: Jika seseorang yakin atau dua orang yang adil memberikan kesaksian atas dasar pembuktian intuitif bahwa waktu shalat telah masuk dan ia mulai mengerjakan shalat, lalu di pertengahan shalat ia tahu bahwa waktu shalat belum masuk, maka shalatnya adalah batal. Begitu juga jika ia tahu setelah shalatnya usai bahwa seluruh pekerjaan shalat dilakukannya di luar waktu, maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, jika di pertengahan shalat ia tahu bahwa waktu shalat baru masuk atau setelah shalatnya usai ia tahu bahwa waktu masuk di saat ia sedang mengerjakan shalat, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 739: Jika karena lalai atau lupa seseorang tidak memiliki perhatian bahwa ia harus mengerjakan shalat setelah ia yakin akan masuknya waktu shalat (dan ia mengerjakan shalatnya), kalau setelah shalatnya usai ia tahu bahwa seluruh shalatnya dikerjakan setelah waktu masuk, maka shalatnya adalah sah, dan jika ia tahu bahwa seluruh shalatnya dikerjakan sebelum waktunya atau ia tidak tahu apakah shalatnya dikerjakan setelah waktu masuk atau sebelumnya, maka shalatnya adalah batal. Bahkan, jika ia tahu setelah shalatnya usai bahwa di pertengahan ia mengerjakan shalat, waktu shalat sudah masuk, berdasarkan ihtiyath wajib ia pun harus mengulangi shalat tersebut.

Masalah 740: Jika ia yakin bahwa waktu shalat telah masuk dan ia mulai mengerjakan shalat, lalu ia ragu di pertengahan shalat apakah waktu shalat sudah masuk atau belum, maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, jika di pertengahan shalat ia yakin bahwa memang waktu shalat sudah masuk dan ia ragu apakah seluruh rakaat yang telah dikerjakannya itu terjadi di dalam waktu shalat atau tidak, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 741: Jika waktu shalat sangat sempit sekiranya mengerjakan sebuah amalan yang sunah akan menyebabkan sebagian kewajiban shalat akan dilakukan di luar waktunya, maka ia harus meninggalkan amalan yang sunah tersebut. Contoh, jika membaca qunut menyebabkan sebagian amalan shalat akan dikerjakan setelah waktunya usai, maka tidak boleh ia membaca qunut itu, dan jika ia masih tetap membacanya, maka ia telah bermaksiat meskipun shalatnya adalah sah.

Masalah 742: Seseorang yang hanya memiliki waktu untuk mengerjakan satu rakaat shalat, maka ia harus mengerjakannya dengan niat adâ`. Akan tetapi, ia tidak boleh secara sengaja mengakhirkan shalatnya hingga batas ini.

Masalah 743: Seseorang yang tidak dalam bepergian, jika sampai azan Maghrib ia hanya memiliki waktu untuk mengerjakan lima rakaat shalat, maka ia harus mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar. Akan tetapi, jika ia memiliki waktu lebih sedikit dari itu, maka ia harus mengerjakan shalat Ashar dan setelah itu, baru mengqadha shalat Zhuhur. Jika hingga pertengahan malam ia hanya memiliki waktu untuk mengerjakan empat rakaat shalat, maka ia harus mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’. Akan tetapi, jika ia hanya memiliki waktu lebih sedikit dari itu, maka pertama kali ia harus mengerjakan shalat Isya’ dengan niat adâ` dan setelah itu, mengerjakan shalat Maghrib dengan—berdasarkan ihtiyath wajib—tidak berniat adâ` dan qadha.

Masalah 744: Seseorang yang dalam bepergian, jika sampai azan Maghrib ia hanya memiliki waktu untuk mengerjakan tiga rakaat shalat, maka ia harus mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar. Akan tetapi, jika ia hanya memiliki waktu lebih sedikit dari itu, maka ia harus mengerjakan shalat Ashar dan setelah itu, ia harus mengqadha shalat Zhuhur. Jika hingga pertengahan malam ia hanya memiliki waktu untuk mengerjakan empat rakaat shalat, maka ia harus mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’. Akan tetapi, jika ia memiliki waktu lebih sedikit dari itu, maka ia harus mengerjakan shalat Isya’ dan setelah itu, ia harus mengerjakan shalat Maghrib tanpa niat adâ` dan qadha. Dan jika setelah mengerjakan shalat Isya’ itu ternyata masih ada waktu untuk mengerjakan satu rakaat atau lebih hingga pertengahan malam, maka ia harus mengerjakan shalat Maghrib tanpa menunda-nunda waktu lagi dengan niat adâ`.

Masalah 745: Disunahkan bagi kita untuk mengerjakan shalat di awal waktunya, dan jika pelaksanaan shalat itu lebih dekat kepada awal waktu, maka hal itu adalah lebih baik. Hal ini sangat dianjurkan kecuali jika karena satu dan lain hal mengakhirkannya adalah lebih baik, seperti kita bersabar menunggu untuk mengerjakan shalat secara berjamaah.

Masalah 746: Jika seseorang memiliki sebuah uzur sehingga ketika ia ingin mengerjakan shalat di awal waktunya, terpaksa ia harus mengerjakannya dengan tayamum, maka ia dapat mengerjakan shalat di awal waktu jika ia mengetahui atau memberikan kemungkinan bahwa uzurnya tidak akan hilang hingga akhir waktu. Akan tetapi, jika bajunya najis, misalnya atau memiliki uzur yang lain dan ia memberikan kemungkinan bahwa uzur itu akan cepat hilang, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus bersabar hingga uzurnya hilang. Seandainya uzur itu belum hilang, maka ia dapat mengerjakan shalat itu di akhir waktunya. Dan tidak harus ia bersabar menunggu sekian lama sehingga ia hanya dapat mengerjakan kewajiban-kewajiban shalat. Bahkan jika ia masih memiliki waktu untuk mengerjakan hal-hal yang disunahkan di dalam shalat, seperti azan, iqamah dan qunut, maka ia dapat mengerjakan shalat dengan mengenakan pakaian najis itu berikut amalan-amalan sunahnya.

Masalah 747: Seseorang yang tidak mengetahui masalah berkenaan dengan shalat dan hukum-hukum tentang keraguan dan hal-hal yang terlupakan di dalam shalat dan ia memberikan kemungkinan bahwa salah satu dari permasalahan itu akan dialaminya di dalam shalat, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus mengakhirkan shalat dari awal waktunya untuk mempelajarinya. Akan tetapi, jika hatinya mantap akan dapat menyempurnakan shalatnya dengan benar, maka ia dapat mengerjakan shalat di awal waktunya. Jika ia menghadapi permasalahan yang tidak diketahui hukumnya ketika ia sedang mengerjakan shalat itu, maka ia dapat mengerjakan salah satu kemungkinan yang dimilikinya berkenaan dengan permasalahan itu dan menyempurnakan shalatnya. Akan tetapi, setelah shalatnya usai, ia harus menanyakan hukum permasalahan tersebut sehingga jika shalat yang telah dikerjakannya itu ternyata batal, maka ia harus mengulanginya lagi.

Masalah 748: Jika waktu shalat masih luas dan penagih utang sudah datang untuk menagih utangnya, maka ia harus melunasi utangnya terlebih dahulu jika hal itu mungkin dan setelah itu, baru mengerjakan shalatnya. Begitu juga jika ia memiliki pekerjaan wajib lainnya yang harus dikerjakannya secara langsung dan tidak boleh ditunda. Seperti, ia melihat masjid terkena najis. Dalam hal ini ia harus menyucikannya terlebih dahulu dan setelah itu baru mengerjakan shalat. Seandainya ia mengerjakan shalat terlebih dahulu, maka ia telah bermaksiat meskipun shalatnya adalah sah.

Berurutan dalam Mengerjakan Shalat

Masalah 749: Kita harus mengerjakan shalat Ashar setelah shalat Zhuhur dan shalat Isya’ setelah shalat Maghrib. Jika kita sengaja mengerjakan shalat Ashar sebelum shalat Zhuhur dan shalat Isya’ sebelum shalat Maghrib, maka shalat kita adalah batal.

Masalah 750: Jika seseorang mulai mengerjakan shalat dengan niat shalat Zhuhur dan di pertengahan shalat ia ingat bahwa ia telah mengerjakan shalat Zhuhur, maka ia tidak dapat merubah niatnya ke shalat Ashar, bahkan ia harus membatalkan shalatnya dan mengerjakan shalat Ashar dari awal. Begitu juga halnya berkenaan dengan shalat Maghrib dan Isya’.

Masalah 751: Jika di pertengahan shalat Ashar ia yakin bahwa ia belum mengerjakan shalat Zhuhur, lalu ia merubah niatnya ke shalat Zhuhur dan meneruskan shalatnya, kemudian ia ingat bahwa ia telah mengerjakan shalat Zhuhur, maka ia harus mengembalikan niatnya ke shalat Ashar. Seandainya ia telah mengerjakan rukun shalat ketika mengerjakan shalat dengan niat Zhuhur itu, ia harus menyempurnakan shalat tersebut dan mengulangi shalat Ashar lagi. Adapun jika ia belum mengerjakan rukun shalat sama sekali, maka ia harus meniatkan bagian shalat itu dengan niat shalat Ashar dan shalatnya adalah sah, meskipun berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia mengulangi shalat Asharnya tersebut.

Masalah 752: Jika di pertengahan shalat Ashar ia ragu apakah sudah mengerjakan shalat Zhuhur atau belum, maka ia harus merubah niatnya ke shalat Zhuhur. Akan tetapi, jika waktu shalat sangat sempit sekiranya setelah shalat itu usai, waktu shalat Maghrib sudah masuk, maka ia harus menyempurnakan shalat itu dengan niat shalat Ashar dan berdasarkan ihtiyath wajib ia harus mengqadha shalat Zhuhur.

Masalah 753: Jika sebelum melakukan ruku’ pada rakaat keempat shalat Isya’ ia ragu apakah sudah mengerjakan shalat Maghrib atau belum, kalau waktu sangat sempit sekiranya setelah mengerjakan shalat pertengahan malam sudah masuk, maka ia harus menyempurnakan shalat itu dengan niat shalat Isya’, dan kalau waktu masih banyak, maka ia harus merubah niatnya ke shalat Maghrib dan menyempurnakan shalat itu sebanyak tiga rakaat, kemudian setelah itu ia mengerjakan shalat Isya’.

Masalah 754: Jika dalam ruku’ rakaat keempat shalat Isya’ ia ragu apakah telah mengerjakan shalat Maghrib atau belum, maka ia harus menyempurnakan shalat itu (dengan niat shalat Isya’) dan setelah itu, ia mengerjakan shalat Maghrib. Jika keraguan itu terjadi pada waktu khusus shalat Isya’, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus mengqadha shalat Maghrib.

Masalah 755: Jika seseorang—atas dasar ihtiyath (hati-hati)—mengulangi shalat yang telah dikerjakannya dan di pertengahan shalat ia ingat bahwa ia belum mengerjakan shalat yang semestinya dikerjakan sebelum shalat itu, maka ia tidak dapat merubah niatnya ke shalat tersebut. Contoh, ia mengulangi shalat Ashar atas dasar ihtiyath, jika di pertengahan shalat itu ia ingat belum mengerjakan shalat Zhuhur, maka ia tidak dapat merubah niatnya ke shalat Zhuhur.

Masalah 756: Merubah niat dari shalat qadha ke shalat adâ` dan dari shalat sunah ke shalat wajib adalah tidak boleh.

Masalah 757: Berdasarkan ihtiyath wajib, jika seseorang memiliki qadha sebuah shalat, maka ia harus mengqadhanya terlebih dahulu sebelum mengerjakan shalat adâ` selanjutnya. Ketika ia sedang mengerjakan shalat adâ`, lalu ia ingat masih memiliki shalat qadha untuk hari itu juga, berdasarkan ihtiyath wajib ia harus merubah niatnya ke shalat qadha tersebut. Dan jika ia sedang mengerjakan shalat adâ`, lalu ia ingat masih memiliki qadha shalat untuk hari-hari sebelumnya, maka disunahkan ia merubah niatnya ke shalat qadha tersebut. Dalam dua asumsi di atas, jika waktu shalat sudah sempit atau sudah tidak memungkinkan lagi untuk merubah niat; contoh, ia memiliki qadha shalat Shubuh dan ia telah mengerjakan ruku’ rakaat ketiga, maka ia tidak dapat merubah niatnya ke shalat qadha tersebut.


[1] Atas dasar ini, akhir waktu shalat Isya’ adalah kira-kira 11,15 jam dari waktu masuknya shalat Zhuhur.