Büyük Taklit Mercii
   Biografi
   Karya
   Hukum dan Fatwa
   Akidah
   Pesan-pesan
   Perpustakaan Fiqih
   Karya Putra Beliau
   Galeri

   E-Mail Listing:


 

PASAL XXIV

SHALAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADHA

Masalah 1582: Pada masa kehadiran imam ma‘shum as, shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah wajib dan harus dikerjakan secara berjamaah, dan pada masa kita sekarang ini di mana imam ma‘shum sedang gaib adalah sunah dan shalat itu dapat dikerjakan secara berjamaah atau furâdâ.

Masalah 1583: Waktu pelaksanaan shalat hari raya Iadul Fitri dan Idul Adha adalah dari matahari terbit hingga waktu Zhuhur.

Masalah 1584: Pada hari raya Idul Adha disunahkan kita—(terlebih dahulu)—mengerjakan shalat hari raya setelah matahari terbit dan pada hari raya Idul Fitri, setelah matahari terbit disunahkan membatalkan puasa (terlebih dahulu dengan sarapan pagi, misalnya), mengeluarkan zakat fitrah, dan baru mengerjakan shalat hari raya.

Masalah 1585: Shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah dua rakaat. Pada rakaat pertama, setelah membaca al-Fatihah dan surah, kita mengucapkan lima kali takbir dan membaca qunut setelah mengucapkan setiap takbir. Setelah membaca qunut yang kelima, kita mengucapkan takbir sekali lagi untuk mengerjakan rukuk, lalu kita mengerjakan sujud dua kali. Setelah itu, kita berdiri lagi (untuk mengerjakan rakaat kedua). Pada rakaat kedua, kita membaca empat kali takbir dan membaca qunut setelah mengucapkan setiap takbir. Lalu, kita mengucapkan takbir yang kelima untuk mengerjakan rukuk. Kemudian, kita mengerjakan sujud dua kali setelah mengerjakan rukuk, dan setelah itu, membaca tasyahud dan salam.

Masalah 1586: Setiap doa dan zikir yang kita baca dalam qunut shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dapat mencukupi. Akan tetapi, yang lebih baik adalah hendaknya kita membaca doa berikut ini:

اَلَّلهُمَّ أَهْلَ الْكِبْريَاءِ وَ الْعَظَمَةِ وَ أَهْلَ الْجُوْدِ وَ الْجَبَرُوْتِ وَ أَهْلَ الْعَفْوِ وَ الرَّحْمَةِ وَ أَهْلَ التَّقْوَى وَ الْمَغْفِرَةِ، أَسْألُكَ بِحَقِّ هذاَ الْيَوْمِ الَّذيْ جَعَلْتَهُ لِلْمُسْلِميْنَ عِيْدًا وَ لِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ ذُخْرًا وَ شَرَفًا وَ كَرَامَةً وَ مَزِيْدًا أَنْ تُصَلِّىَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ أَنْ تُدْخِلَنِيْ فِيْ كُلِّ خَيْر أَدْخَلْتَ فِيْهِ مُحَمَّدًا وَ آلَ مُحَمَّدٍ و أَنْ تُخْرِجَنِيْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ أَخْرَجْتَ مِنْهُ مُحَمَّدًا و آلَ مُحَمَّدٍ، صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَ عَلَيْهِمْ، اَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْألُكَ خَيْرَ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِمَّا اسْتَعَاذَ مِنْهُ عِبَادُكَ الْمُخْلَصُوْنَ

Masalah 1587: Disunahkan mengeraskan qirâ’ah (al-Fatihah dan surah) dalam shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Masalah 1588: Shalat hari raya tidak memiliki surah khusus (yang harus dibaca). Akan tetapi, yang lebih baik adalah hendaknya kita membaca surah asy-Syams (surah ke-91) pada rakaat pertama dan surah al-Ghasyiyah (surah ke-88) pada rakaat kedua atau surah al-A‘la (surah ke-87) pada rakaat pertama dan surah asy-Syams pada rakaat kedua.

Masalah 1589: Pada hari raya Idul Fitri sebelum mengerjakan shalat hari raya, disunahkan kita membatalkan puasa dengan memakan kurma dan pada hari raya Idul Adha sunah kita memakan daging kurban setelah mengerjakan shalat.

Masalah 1590: Sebelum mengerjakan shalat hari raya sunah kita mandi dan pergi ke tempat pelaksanaan shalat dengan berjalan kaki, telanjang kaki, dan dengan penuh wibawa, serta memakai ‘amâmah (serban) berwarna putih.

Masalah 1591: Disunahkan melakukan sujud di atas tanah pada waktu pelaksanaan shalat hari raya, mengangkat kedua tangan ketika membaca takbir-takbir (yang disunahkan), dan mengerjakan shalat dengan suara keras.

Masalah 1592: Sunah shalat hari raya dikerjakan di padang terbuka. Akan tetapi, di Makkah sunah untuk dikerjakan di Masjidil Haram.

Masalah 1593: Setelah mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ pada malam hari raya dan setelah mengerjakan shalat Shubuh, Zhuhur, dan ‘Ashar pada hari raya, serta setelah mengerjakan shalat hari raya sunah kita membaca takbir-takbir berikut ini:

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا

Masalah 1594: Pada hari raya Idul Adha, setiap setelah mengerjakan sepuluh kali shalat yang diawali dengan shalat Zhuhur pada hari raya itu dan diakhiri dengan shalat Shubuh pada hari kedua belas, sunah kita membaca takbir-takbir yang telah disebutkan pada masalah di atas. Dan setelah itu hendaknya kita menambahkan bacaan berikut ini:

اَللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا رَزَقَنا مِنْ بَهيْمَةِ الْأَنْعَامِ وَ الْحَمْدُ ِللهِ عَلَى مَا أَبْلاَنَا

Akan tetapi, jika kita berada di Mina pada hari raya tersebut, maka setiap setelah mengerjakan lima belas kali shalat yang dimulai dari shalat Zhuhur pada hari raya itu dan diakhiri dengan shalat Shubuh pada hari ketiga belas Dzulhijjah sunah kita membaca takbir-takbir tersebut.

Masalah 1595: Makruh kita mengerjakan shalat hari raya di bawah atap.

Masalah 1596: Jika mushalli ragu berkenaan dengan takbir-takbir dan qunut-qunut shalat hari raya, dalam hal ini apabila ia telah berlalu dari tempat pelaksanaannya, maka tidak perlu ia memperhatikan keraguannya. Akan tetapi, apabila ia belum berlalu dari tempat pelaksanaannya, maka ia harus menetapkan yang paling sedikit, dan jika setelah itu terbukti bahwa ia telah melakukannya pada waktu itu, maka hal itu tidak ada masalah.

Masalah 1597: Jika ia lupa tidak membaca qirâ’ah (al-Fatihah dan surah), takbir-takbir, dan seluruh qunut, lalu setelah berada dalam kondisi rukuk ia ingat, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 1598: Jika ia lupa tidak mengerjakan rukuk, dua kali sujud, atau tidak membaca Takbiratul Ihram, maka shalatnya adalah batal.

Masalah 1599: Jika ia lupa tidak mengerjakan satu sujud atau tasyahud dalam shalat hari raya, maka berdasarkan ihtiyâth mustahab hendaknya ia mengerjakannya dengan niat rajâ’ (niat mengharapkan pahala tanpa meniatkan bahwa memang itulah kewajiban yang harus dilakukan—pen.) setelah shalat usai, dan jika ia melakukan sesuatu yang mewajibkan sujud sahwi pada shalat-shalat wajib harian, maka berdasarkan ihtiyâth mustahab hendaknya ia mengerjakan sujud sahwi karena pekerjaan itu dengan niat rajâ’ juga.