Büyük Taklit Mercii
   Biografi
   Karya
   Hukum dan Fatwa
   Akidah
   Pesan-pesan
   Perpustakaan Fiqih
   Karya Putra Beliau
   Galeri

   E-Mail Listing:


 

Hal-Hal Yang Mewajibkan Qadha Dan Kafarah

Masalah 1711: Jika orang yang berpuasa sengaja muntah pada bulan Ramadhan, ia hanya harus mengqadha puasa hari itu saja. Apabila ia junub di malam hari—seperti penjelasan yang telah dipaparkan pada masalah 1679; ia bangun sebanyak tiga kali, lalu tidur kembali dan tidak bangun hingga azan Shubuh, sengaja melakukan injeksi, memasukkan kepala ke dalam air, dan melakukan kebohongan terhadap Allah dan Rasulullah saw, maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia juga harus membayar kafarah. Akan tetapi, jika ia sengaja melakukan tindakan yang membatalkan puasa selain hal-hal di atas, dalam hal ini apabila ia tahu bahwa tindakan itu dapat membatalkan puasa, maka wajib ia mengqadha dan membayar kafarah.

Masalah 1712: Jika karena tidak tahu masalah ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa, dalam hal ini apabila ia teledor dalam ketidaktahuannya itu (jâhil muqâshshir), maka berdasarkan ihtiyâth wajib kafarah adalah wajib atasnya, dan apabila ia tidak teledor dalam ketidaktahuannya (jâhil qâshir); yaitu ia memiliki uzur dalam hal itu, seperti ia yakin bahwa sesuatu itu tidak dapat membatalkan puasa, maka kafarah tidak wajib atasnya.

Kafarah Puasa

Masalah 1713: Orang yang wajib membayar kafarah harus membebaskan satu orang budak, berpuasa selama dua bulan—sesuai dengan tata cara yang akan dijelaskan pada masalah berikut ini, atau mengenyangkan enam puluh orang fakir atau memberikan makanan, seperti gandum, jou dan yang sejenisnya kepada setiap orang dari mereka sebanyak 1 mud (± 694,883 gram). Jika tidak mungkin baginya untuk melakukan itu, maka ia dapat memilih antara berpuasa sebanyak delapan belas hari atau memberikan makanan kepada orang-orang fakir beberapa mud pun ia mampu. Dan jika ia juga tidak mampu untuk memberikannya, maka ia harus beristighfar sekalipun dengan mengucapkan astaughfirullôh, dan berdasarkan ihtiyâth wajib ia harus membayar kafarah kapan saja ia mampu.

Masalah 1714: Seseorang yang ingin melakukan puasa kafarah sebanyak dua bulan, ia harus berpuasa sebanyak tiga puluh satu hari secara berkesinambungan, dan jika sisa puasa itu tidak dilakukan secara berkesinambungan, maka hal itu tidak ada masalah.

Masalah 1715: Seseorang yang ingin melakukan puasa kafarah sebanyak dua bulan, tidak boleh ia memulainya di suatu hari di mana dalam masa tiga puluh satu hari (pertama) itu terdapat satu hari, seperti hari raya Idul Adha yang haram berpuasa pada hari itu.

Masalah 1716: Seseorang yang harus berpuasa secara berkesinambungan, jika dalam satu hari ia tidak berpuasa tanpa uzur atau ia memulainya dari suatu hari di mana di pertengahan (masa puasa yang harus berkesinambungan itu) terdapat suatu hari yang ia wajib berpuasa, seperti ia bernazar untuk melakukan puasa pada hari itu, maka ia harus mengulangi seluruh puasa itu dari permulaan.

Masalah 1717: Jika di pertengahan puasa yang harus dilakukan secara berkesinambungan ia memiliki uzur, seperti haidh, nifas, atau pepergian yang harus dilakukannya, maka setelah uzur itu hilang tidak wajib ia memulai puasanya dari permulaan lagi, tetapi ia dapat meneruskan sisa puasa itu setelah hilangnya uzur.

Masalah 1718: Jika ia membatalkan puasanya dengan sesuatu yang haram, baik itu adalah sesuatu yang asalnya haram, seperti minuman keras dan zina maupun sesuatu yang haram karena suatu sebab, seperti bersenggama dengan istri pada saat ia haidh, maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia wajib membayar kafarah ganda. Yaitu ia harus membebaskan satu orang budak, berpuasa selama dua bulan, dan mengenyangkan enam puluh orang fakir atau memberikan 1 mud makanan kepada masing-masing mereka. Dan jika ketiga kafarah itu tidak mungkin baginya, maka ia harus mengerjakan mana yang mungkin baginya dari ketiga kafarah tersebut.

Masalah 1719: Jika orang yang berpuasa melakukan kebohongan terhadap Allah dan Rasulullah saw di mana—berdasarkan ihtiyâth wajib—ia harus membayar kafarah, maka hanya satu kafarah yang wajib atasnya, bukan kafarah ganda.

Masalah 1720: Jika orang yang berpuasa melakukan beberapa kali senggama dalam satu hari, maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia wajib membayar kafarah sebanyak senggama yang telah ia lakukan itu, dan begitu juga jika ia melakukan senggama yang haram, maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia wajib membayar kafarah ganda sebanyak senggama yang telah dilakukannya itu.

Masalah 1721: Jika orang yang berpuasa melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa selain senggama beberapa kali dalam satu hari, maka berdasarkan ihtiyâth mustahab hendaknya ia membayar kafarah sebanyak berapa kali ia melakukannya, meskipun satu kafarah adalah cukup.

Masalah 1722: Jika orang yang berpuasa melakukan senggama yang haram dan kemudian ia melakukan senggama dengan istrinya sendiri, maka berdasarkan ihtiyâth wajib masing-masing senggama itu memiliki kafarah tersendiri.

Masalah 1723: Jika orang yang berpuasa mengerjakan sesuatu yang halal dan dapat membatalkan puasa, seperti minum air, dan setelah itu ia melakukan sesuatu yang haram dan dapat membatalkan puasa—selain senggama yang telah dijelaskan hukumnya, seperti makan makanan haram, maka satu kafarah sudah mencukupi.

Masalah 1724: Jika orang yang berpuasa bersendawa dan sesuatu keluar ke dalam rongga mulutnya, dalam hal ini apabila ia sengaja menelannya, maka puasanya adalah batal dan ia harus mengqadhanya, serta wajib membayar kafarah. Jika menelan sesuatu itu adalah haram, seperti ketika bersendawa darah atau makanan yang sudah tidak berbentuk makanan lagi keluar ke dalam rongga mulut, dan ia sengaja menelannya, maka puasanya adalah batal dan—berdasarkan ihtiyâth wajib—ia wajib membayar kafarah ganda.

Masalah 1725: Jika seseorang bernazar untuk berpuasa pada satu hari, dalam hal ini apabila ia sengaja membatalkan puasanya pada hari itu, maka ia harus membebaskan satu orang budak, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang fakir; yaitu ia harus membayar kafarah nazar, dan mengqadha puasa tersebut.

Masalah 1726: Seseorang yang berbuka puasa karena hanya atas dasar ucapan seseorang bahwa azan Maghrib sudah tiba dan setelah itu ia baru tahu bahwa azan Maghrib belum tiba pada waktu itu, ia harus mengqadha puasa hari itu dan membayar kafarah.

Masalah 1727: Orang yang sengaja telah membatalkan puasanya, jika ia melakukan perjalanan setelah Zhuhur atau dengan tujuan melarikan diri dari kewajiban membayar kafarah ia melakukan perjalanan sebelum Zhuhur, maka kewajiban membayar kafarah tidak jatuh dari pundaknya. Bahkan jika ia harus melakukan perjalanan sebelum Zhuhur (karena suatu keperluan), maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia masih wajib membayar kafarah.

Masalah 1728: Jika seseorang sengaja membatalkan puasanya dan setelah itu ia memiliki uzur, seperti haidh, nifas, atau sakit, maka tidak wajib ia membayar kafarah.

Masalah 1729: Jika seseorang yakin bahwa hari itu adalah permulaan bulan Ramadhan dan ia sengaja membatalkan puasanya, dan kemudian baru diketahui bahwa hari itu adalah akhir bulan Sya‘ban, maka tidak wajib ia membayar kafarah. Begitu juga jika ia ragu apakah hari itu adalah akhir bulan Ramadhan atau permulaan Syawal dan ia sengaja membatalkan puasanya, dan setelah itu diketahui bahwa hari itu adalah permulaan bulan Syawal, maka tidak wajib ia membayar kafarah.

Masalah 1730: Jika orang yang berpuasa melakukan senggama dengan istrinya yang juga sedang berpuasa pada bulan Ramadhan, dalam hal ini apabila ia memaksa istrinya (untuk itu), maka ia harus membayar kafarah untuk dirinya dan istrinya (sekaligus), dan apabila istrinya juga rela dengan melakukan senggama itu, maka masing-masing wajib membayar kafarah sendiri.

Masalah 1731: Jika seorang istri memaksa suaminya untuk melakukan senggama atau melakukan sesuatu yang lain yang dapat membatalkan puasa, maka tidak wajib ia membayar kafarah suaminya.

Masalah 1732: Jika orang yang berpuasa bersenggama dengan istrinya yang juga sedang berpuasa pada bulan Ramadhan, dalam hal ini apabila pertama kali ia memaksa istrinya (untuk itu), tetapi di pertengahan senggama berlangsung istrinya rela dengan itu, maka berdasarkan ihtiyâth wajib suami harus membayar dua kafarah (untuk diri sendiri dan istrinya) dan istri membayar satu kafarah.

Masalah 1733: Jika orang yang berpuasa bersenggama dengan istrinya yang juga sedang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam kondisi istrinya tertidur pulas, maka ia wajib membayar satu kafarah dan puasa istrinya itu adalah sah, serta ia tidak wajib membayar kafarah.

Masalah 1734: Jika suami memaksa istrinya untuk melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa selain senggama, maka tidak wajib ia membayar kafarah istrinya dan istrinya pun tidak wajib membayar kafarah.

Masalah 1735: Seseorang yang tidak dapat berpuasa karena sedang melakukan perjalanan atau sakit, tidak boleh ia memaksa istrinya yang sedang berpuasa untuk melakukan senggama. Akan tetapi, jika ia memaksanya (untuk itu), tidak wajib ia membayar kafarah.

Masalah 1736: Kita tidak boleh teledor dalam membayar kafarah. Akan tetapi, tidak wajib juga kita membayarnya secara langsung.

Masalah 1737: Jika wajib bagi seseorang untuk membayar kafarah dan sudah bertahun-tahun ia belum membayarnya, maka kafarahnya tidak akan bertambah.

Masalah 1738: Seseorang yang dalam membayar kafarah harus memberi makan orang fakir sebanyak enam puluh orang, jika ia dapat menemukan enam puluh orang fakir, maka tidak boleh ia memberikan kepada masing-masing mereka lebih dari 1 mud atau mengenyangkan satu orang fakir lebih dari sekali. Akan tetapi, jika satu orang fakir memiliki keluarga, maka ia dapat memberikan 1 mud kepada masing-masing keluarganya yang fakir, meskipun mereka masih kecil. Iya, jika anak-anaknya masih kecil, maka ia harus sekaligus menyerahkan bagiannya dan bagian anak-anaknya.

Masalah 1739: Seseorang yang sedang melakukan qadha puasa Ramadhan, jika ia sengaja melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa setelah Zhuhur, maka ia harus memberikan makanan kepada sepuluh orang fakir untuk masing-masing 1 mud, dan jika ia tidak dapat melakukannya, maka ia harus berpuasa selama tiga hari, dan berdasarkan ihtiyâth mustahab, hendaknya ia memberikan makanan kepada enam puluh orang fakir.